Minggu, 16 Maret 2008

AGRIBISNIS DI ERA DIGITAL DIVICE

AGRIBISNIS DI ERA DIGITAL DIVICE

Sektor pertanian di Indonesia masih dianggap strategis, bukan saja karena sector ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, pendorong munculnya industri baru atau kegiatan ekonomi yang lain. Tetapi juga berperan sebagai sumber penyedia pangan. serta mampu menyumbang devisa nasional.
Dikatakan bahwa sector pertanian mampu menyedaiakan lapangan kerja, terbukti sekitar 49% angkatan kerja beada dikawasan pedesaan dan berkerja disektor pertanian. Disisi lain , sector pertanian juga menunjukkan keterikatan antara sector pertanian dan non-pertanian cukup tinggi. Dengan demikian sector pertanian mampu memunculkan industri-industri baru yang berbahan baku pertanian. Menurut Saragih(2004), sektor pertanian juga terbukti meruapakan sector yang ampuh sebagai dewa penoloang pertumbuhan ekonomi. Pada saat dunia dan Indonesia mengalami krisis tahun 1997-1998, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi negatif sebesar 13,68%, sector pertanian justru masih mampu bertahan dan bahkan naik sebesar 0,22%.
Peran sector pertanian juga bukan saja berkontribusi baik terhadap produk yang sifatnya fisik(tangible produk), tetapi juga kualitas (intagible produk). Peran sector pertanian juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan Seperti yang ditunjukkan dengan naiknya indeks nilai tukar petani dari 96,6 pada tahun 2000, naik menjadi 110,4 pada tahun 2003. Selain itu juga tingkat kemiskinan dipedesaan turun dari 32,7 juta orang pada tahun 1999 menjadi 25,1 juta orang pada tahun 2002.
Disisi lain, sejalan dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini, maka proses adopsi inovasi dalam pemanfatan teknologi khususnya ICT (Information and Information Technology) , juga semakin cepat. Siapa saja yang paling progresif dalam adopsi-inovasi ICT ini, maka dialah yang memperoleh keuntungan dari aplikasi ICT dibidang pertanian ini. Dari hal tersebut Maka terjadilah gap (senjang) penguasaan informasi atau penguasaan ICT. Gap inilah yang dinamakan ‘Digital Divice’. Digital device merupakan kesenjangan penguasan ICT antara kompoen satu dengan komponen lainnya.
Dalam bidang pertanian khususnya Agribisnis E-Agribussiness muncul bersama dengan pemanfaatan is lazimya disebut e-business atau e-commerce. Dalam e-Agribusiness digital divice juga dirasakan. Disini hanya mereka yang mampu menguasai ICT yang dapat memperoleh keuntungan bisnis dibidang pertanian.
Di negara-negara lain khususnya Cina dan India, pembangunan pertanian dan pedesaan dipercepat dengan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and communication technology (ICT). Jurnal science Tech Enterpreneuer bulan February 2007. melaporkan bahwa significannya peran ICT khususnya penyelesaiaan masalah ‘Digital Divide’ dalam membangun sector pertanian.
Sentuhan ICT atau penyelesaiaan masalah kesenjangan informasi teknologi dan komunikasi (Digital Divice) memang sangat significan pengaruhnya terhadap pembangunan pertanian dan pedesaan dinegara-negara lain. Banyak penelitian menunjukkan bukti bahwa pemanfatan ICT untuk kepentingan ‘digital divice’, teryata mampu menciptakan peluang kerja (creating opportunity),memberdayakan masyarakat (community empowerment), mengembangkan kemampuan (capacity building), menciptakan perlindungan sosial (sosial protection), membina kemitraan global (forging global partnership)
Jadi ‘digital divice’ membahas soal kesenjangan pemanfaatan ICT, asumsi dasarnya adalah siapa yang terlambat memanfaatkan ICT, maka terlambat pula memperoleh informasi baik itu bidang ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Dalam artikel yang berjudul;Applying Communication Theory to Digital Divice’ research Mason dan Hecker (2003) menjelaskan khususnya pembuat keputusan , yang tidak menguasai ICT akan kalah cepat dan kalah akurat bila dibandingkan dengan pembuat keputusan yang dibuat berdasarkan Informasi yang dikumpulkan menggunakan ICT. Oleh sebab itu, upaya mengurangi gap (kesenjangan) penguasaan ICT ini menjadi amat penting.
Bayak pihak telah menyadari pentingnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) begitupula dampak ICT dalam bidang pertanian. Pihak pemerintah juga sudah merespon dengan cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dalam program RENSTRA (rencana strategsis) 2005-2009. Departemen pertanian dalam kebijakan operasional (Anonim, 2005) telah disusun beberapa program yang garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu : pengemnangan dan penyelenggaraan Sistem Informasi dan Statsitik Pertanian, peningkatan Pemanfatan dan Penyebaran Informasi,
peningkatan kualitas Simberdaya manusia dalam bidang statistik dan Sistem Informasi, serta pengembangan dan Penataan kelembagaan sistem Informasi
Keempat kebijakan tersebut menyangkut pemanfatan ICT untuk pembangunan pertanian, meningkatkan kualitas komunikasi diberbagai bidang subsektor pertanian melalui penguasaan dan penerapan telnologi informasi dan Komunikasi (ICT) dalam meperkuat daya saing sector pertanian dalam menghadapi tantangan global.
Agribisnis lazimnya didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan mulai dari proses produksi panen, pasca panen pemasaran dan kegiatannya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003). Karena ICT juga merambah pada kegiaatn pertanian maka munculah istilah e-Agriculture atau e-Agribusiness, yaitu pemanfatan ICT dibidang pertanian atau bisnis dibidang pertanian. e-Agribusiness adalah e-commerce yaitu e (elektronika) dan commerce (perdagangan), maka pengertiannya sebagai kegiatan perdagangan melalui jasa elektronika. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka penggunaan jasa elektronika dalam perdagangan juga berkembang pesat. Antara lain, audio dan video ke teknologi komputer berkembang menjadi teknologi web atau internet.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, aktivitas bisnis dalam bidang agribisnis atau e-Agribusiness antara lain Biseness to Business (B-to-B) kegiatan antara pebisnis satu dengan lainnya, Business to Consumers (B-to-C) kegiatan antara pebisnis dengan konsumen, Business to Government (B-to-G) kegiatan antara pebisnis dengan pemerintah, Intra-Organizational, konsumer dapat berkomunikasi antara mereka sendiri. Keuntungan yang dapat diperoleh antara lain mampu mengikuti pergerakan yang cepat dalam pasar global, meningkatkan jalanya organisasi yang efektif dan efesien., mengetahui lebih cepat dimana potensi produsen dan potensi konsumen, meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan, menghemat waktu, meningkatkan keuntungan dari lembaga perantara (efisiensi jalur distribusi)
Walaupun demikian , masih terdapat banyak kendala dalam pengunaan ICT dalam bisnis dibidang pertanian antara lain Sisi infrastruktur ICT yaitu : Konektivitas, tersedianya aliran listrik, tersedianya perangkat keras (hardware seperti komputer dll), Sisi Content : tersedianya software yang aplikable, sulitnya mengukur atau menginformasikan berbagai produk pertanian (sifat barangnya, sifat segar,dll), Sisi SDMnya : tidak banyak orang yang dapat memanfatakan atau mengoperasikan perangkat ICT
Pemanfatan ICT dalam kegiatan pertanian, memang relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kegiatan non-pertanian. karena ICT sudah berkembang begitu cepat. Maka para pemangku kepentingan (Stakeholders) juga sudah mulai memanfaatkan keunggulan ICT ini. Pemanfaatan ICT dalam pertanian masih terbatas pada intenfikasi tukar menukar informasi untuk bertransaksi perdagangan produk pertanian. Bagi aktor agribisnis yang progresif, mereka memanfatkan keunggulan ICT ini, namun perbedaan aktor agribisnis yang menguasai ICT dan yang tidak menguasi gap (perbedannya terlalu lebar). Perbedaan inilah yang disebut ‘digital divice’. Berbagai perangkat ICT juga semakin dekat keprodusen dan konsumen, salah satunya adalah membangun berbagai jaringan (Network), telecenter. oleh sebab itu diharapkan adanya sinergisitas antara keduanya untuk memajukan pertanian Indonesia. Bravo Pertanian!!!!!.

Jemmie Harries Nainggolan / Jimi
Mahasiswa Fakultas pertanian Untan
Prodi Agribisnis
Cp 085245985136

Tidak ada komentar: